Beda Aset dan Barang Milik Negara

Dalam mengelola keuangan negara, terkadang kita dipertemukan dengan dua istilah Aset dan Barang Milik Negara (BMN). Bagi pengelola BMN, dua istilah ini mungkin tidak perlu diperdebatkan, bahkan terkadang dua pengertian tersebut dapat dipertukarkan satu sama lain. Namun bagi sebagian yang lain tentu perbedaan ini juga menarik untuk dibahas agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam penggunaannya.

Secara umum (common sense), mungkin istilah aset terkesan luas karena tidak hanya digunakan dalam ranah pengelolaan keuangan negara namun istilah ini juga digunakan dalam istilah keuangan secara umum atau diluar sistem akuntansi pemerintahan.

Sebelum membedah dua istilah Aset dan BMN, ada baiknya kita tinjau ruang lingkup kekayaan negara. Karena dua istilah tersebut sebenarnya berangkat dari istilah kekayaan negara yang memiliki landasan konstitusional berdasarkan pasal 33 UUD 1945. Kekayaan negara dikelompokan menjadi tiga, yaitu kekayaan negara yang dimiliki, kekayaan negara yang dipisahkan dan kekayaan negara yang dikuasai (tidak dipisahkan).

Kekayaan negara yang dimiliki negara adalah kekayaan dimana melekat hak milik negara (domein privat). Hal ini merupakan hak untuk “memiliki” suatu barang atau jasa. Kekayaan negara yang dipisahkan dapat berupa investasi pemerintah pada BUMN dan investasi pemerintah lainnya. Sedangkan kekayaan negara yang dikuasai (tidak dipisahkan) berupa Barang Milik Negara/Daerah yang merupakan keseluruhan barang yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah atau perolehan lainnya yang sah.

Kekayaan negara yang dikuasai negara adalah kekayaan dimana melekat mandat hukum atau kewenangan negara untuk mengelola dan mempergunakan kekakayaan tersebut baik sebesar-besar kemakmuran rakyat dan merupakan domein public.

Barang Milik Negara

Istilah BMN muncul dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan

BMN/D sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan perubahan terakhir yaitu PP No. 27 Tahun 2014. Dalam pengertian tersebut, BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan lain yang sah meliputi:

  1. barang yang diperoleh dari hibah atau yang sejenis;
  2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian;
  3. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang;atau
  4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang incraht.

Lebih lanjut  dalam PMK No.29/PMK.06/2010 tentang kodifikasi barang, BMN dirinci menjadi Persediaan, Tanah, Mesin dan Peralatan, Gedung dan Bangunan, Jalan, Jaringan dan Irigasi, Aset Tetap Lainnya, Konstruksi Dalam Pengerjaan, serta Aset tidak Berwujud (contoh : dalam bentuk software komputer dan hasil kajian).

Aset

Istilah aset merupakan serapan dari bahasa asing yang pada dasarnya merupakan konsep ekonomi karena istilah ini merujuk pada sesuatu yang memiliki nilai ekonomi. Belakangan selain sebagai konsep ekonomi, aset juga digunakan sebagai konsep akuntansi. Merujuk pada pengertian The International Accounting Standards Board (IASB) atau The Financial Accounting Standard Board (FASB), mereka menyebut Aset sebagai “a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise. Atau “in probable economic benefits obtained or controlled by particular entity as a result of past transaction or events. Atau “a present right, or other access to an existing economic resource with the ability to generate economic benefits to entity.

Dari penjelasan tersebut, istilah aset merujuk pada hak penguasan dan kepemilikan atas sumberdaya yang memiliki nilai dan mendatangkan keuntungan ekonomis. Istilah Aset ini dapat diartikan sama dengan kekayaan atau dalam praktek ketatanegaraan disama-artikan dengan kekayaan negara.

Pun demikian dalam kerangka konseptual Akuntansi Pemerintah (PP No. 71 tahun 2010) yang mendefinisikan aset lebih luas lagi, yaitu sebagai sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh suatu pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan  diperoleh manfaat ekonomi baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, serta terukur dalam satuan mata uang, termasuk sumber daya non keuangan yang digunakan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat dan sumber daya yang memiliki nilai sejarah dan budaya.

Kembali kepada ruang lingkup kekayaan negara, pengertian sumberdaya dalam konsep tersebut sesuai dengan istilah kekayaan negara yang dimiliki.  Yaitu kekayaan yang didalamnya termasuk dalam bentuk hayati dan non hayati, berupa berwujud maupun tidak, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang mungkin saja jumlahnya jutaan trilyunan Rupiah (?) dan memiliki potensi untuk mensejahterakan rakyat Indonesia.

Dari perbandingan tersebut, istilah aset terbukti secara umum lebih luas dari BMN. Selain itu, istilah aset hampir sama dengan istilah kekayaan negara yang biasa digunakan dalam praktek ketatanegaraan, lebih lanjut istilah BMN sendiri merupakan bagian dari aset negara yang seyogyanya dikelola dan digunakan sebagai modal pembangunan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Referensi :

  1. Siregar, Doli. 2016. Kekayaan Negara : Siapa Punya, Sia­pa Kuasa. Sinergi Manajemen Aset.
  2. Indrawati, Iin. Manajemen materiil, BMN, atau Aset?. (http://www.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/attach­ments/639_PENGERTIAN%20MATERIIL.pdf) diakses pada 16 Juni 2016.

Leave a comment